Pindah ke Panama City

Januari 2018. Itulah kali pertama saya mendengar kabar bahwa suami akan ditugaskan di Panama City, Panama, selama kurang lebih 3 tahun. Saat itu saya sedang hamil tua 7 bulan. Kontan saya berpikir, tentunya saya akan berangkat berangkat ke Panamanya setelah melahirkan, kan? Bukan cuma itu, si bayi juga harus dipastikan cukup usia untuk terbang jauh dengan jarak tempuh yang cukup lama. Selain memikirkan si jabang bayi dalam kandungan, saya juga harus memikirkan dua kakaknya, yaitu Bhira (4th) dan Prisha(3th).

Pertanyaan saya selanjutnya: “Duh Panama City itu di mana ya? Negara apa ya?”

Antara dag dig dug, excited, sedih, dan rasa penasaran bercampur jadi satu saat itu, karena ini pertama kalinya bagi saya mendampingi suami bertugas sebagai diplomat di luar negeri.

Saya langsung mencari informasi mengenai Panama City dan tentang persiapan-persiapan untuk keberangkatan dan keperluan selama di sana. Termasuk mencari info tentang Asisten Rumah Tangga (ART) yang diharapkan bisa membantu saya untuk berbagi tugas dalam hal mengurus rumah, antar jemput anak sekolah dan kegiatan Dharma Wanita nantinya.

Kami dijadwalkan berangkat pada tanggal 6 September 2018 tengah malam dengan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi anak-anak kami. Jujur saja, perjalanan 32 jam terasa amat melelahkan buat saya, suami, dan ketiga anak kami.  Visa untuk ART kami belum juga keluar, sehingga kami pun menyiapkan mental untuk pergi tanpa ART. 

Adaptasi Merantau di Negara Panama City

Cuaca

Sebelum berangkat, saya sudah sempat mencari tahu negara apa sih Panama City, bagaimana dengan kehidupannya, cuaca, makanan, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan bentuk kotanya. Saat kami sudah memiliki tempat tinggal tetap, barulah saya berkesempatan melihat langsung tempat-tempat yang menarik di kota ini, yang memiliki banyak kesamaan dengan Jakarta.

Panama City adalah kota dengan dua musim saja: panas dan hujan. Kota ini menjadi spesial karena adalah satu-satunya kota yang memiliki hutan hujan di dalam kota di Panama. Pada saat kami datang sedang musim hujan. Ternyata di sini musim panasnya hanya terjadi empat bulan saja yaitu bulan Januari sampai Mei, dan Juni sampai Desember adalah musimnya hujan. Karena di sini memiliki cuaca yang sama dengan Indonesia jadi kami cukup cepat beradaptasi dan tidak repot harus membawa baju-baju musim dingin yang tebal.

Makanan

Hal lain yang membuat saya penasaran dengan Panama City adalah soal makanannya. Di Jakarta, saya bisa dengan mudahnya membeli semangkuk bakso dengan harga murah, tukang gorengan yang lewat depan rumah, nasi uduk, nasi kuning dan makanan-makanan yang dijual untuk sarapan di depan komplek serta pasar tradisional, sangat mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Namun di sini, saya tidak bisa merasakan lagi semua itu. Untuk bisa menyantap makanan Indonesia yang saya inginkan, saya harus membuatnya sendiri, bahan-bahannya pun harus dibeli di toko asia, bukan di supermarket biasa, yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal kami tapi di Panama hanya ada satu toko asia yang menjual produk-produk asia. Itu pun tidak banyak dan harus pesan terlebih dahulu.

Toko Asia di Panama yang cukup populer namanya Fruteria MiniMax. Di sini dijual produk-produk yang biasa kami buru setiap minggu yaitu mie instan, kecap manis, saos sambal, bumbu-bumbu instan merek Indonesia, hingga bumbu masakan seperti jahe, kunyit, lengkuas kering. Bumbu-bumbu ini sangat jarang tersedia dan mahal harganya.  itupun jarang ada dan sangat mahal. Sementara bumbu-bumbu rempah segar yang biasa digunakan untuk masakan Indonesia, tidak ada di Panama. Misalnya kencur, kapulaga, jinten, kluwak, kemiri, lengkuas basah, petai. Ketika saya bisa mendapatkan bumbu-bumbu langka, maka pasti saya awetkan di freezer dan dipakai sedikit-sedikit.

Saat akhir pekan tiba, jika ingin makan bubur ayam,onde-onde, cakwe dan mie dengan berbagai macam topping, maka kami pergi ke daerah Eldorado yang menjual makanan yang harganya terjangkau dan cita rasa makanannya cukup lumayanlah di lidah kami. Sehabis kami sarapan pagi (desayuno) kami mampir untuk belanja sayuran, ikan segar dan makanan laut lainnya yang hanya ada setiap hari sabtu dan minggu.

makanan di Eldorado

Orang Panama menyukai Raspados, yaitu minuman dari butiran es yang biasanya berbentuk kerucut.

Makanan khas Panama sangat banyak variasinya. Makanan pokoknya yaitu nasi, bisa dikombinasikan dengan kacang pigeon, nasi dengan cod, nasi dengan ayam Guacho, nasi dengan roti manis, nasi dengan tities dan kelapa, nasi hijau dengan daging babi dan sayuran, nasi dengan chorizo ​​dan paprika manis, dan lainnya. Mereka tergolong sangat suka makanan dengan rasa manis dan hambar, minuman bersoda. Apalagi mereka senang makanan dengan bahan dasar olahan dari pisang, jauh dari cita rasa lidah kami yang rindu akan makanan berempah-rempah pedas dan lainnya. Olala!

Kesibukan Merantau di Panama City

Saat ini saya disibukkan mengurus keluarga di rumah, berhubung masih ada bayi yang berusia 1 tahun 4 bulan. Kegiatan rutin saya selain mengurus bayi adalah mengantar jemput anak saya dari sekolah dengan berjalan kaki karena jaraknya cukup dekat dari apartemen kami. Jika bosan di apartemen saya akan jalan-jalan ke supermarket berbelanja keperluan sehari-hari, memasak untuk keluarga, membuat kue kering, serta tempe pesanan orang-orang KBRI, maupun WNI di Panama City. 

Awalnya saya hanya sekedar iseng-iseng membuat kue kering, tempe, kentang kering mustofa untuk dikonsumsi pribadi dan sesekali saya kirimkan untuk teman-teman dekat. Ternyata banyak yang memberi memberikan respon positif dan mulai memesan untuk dibuatkan.

Nah, siapa sih yang tidak suka dengan tempe, makanan yang berbahan kedelai khas Indonesia. Tempe adalah panganan yang susah didapat di sini, dan tidak semua orang sanggup untuk membuatnya karena dibutuhkan ketelatenan. Buat yang setiap hari bisa makan tempe dengan mudah dan murah, jangan sia-siakan kenikmatan hidup yang satu itu!

Kontributor : Ni Putu Priantini Sutrisna

Leave a comment